Minggu, 10 Juni 2018

Apakah Nilai Budaya Dasar Penting untuk di pelajari

Pentingkah kita mempelajari suatu budaya? Apakah manfaat mempelajari budaya itu sendiri. Mungkin bagi sebagaian orang atau kalangan anak muda jaman sekarang hal itu kurang dipahami. Sebagaian remaja bahkan menganggap bahwa mempelajari budaya itu ketinggalan jaman, kurang uptodate dan lainnya. Namun seperti itukah? Jawabannya adalah tidak. Budaya merupakan hal yang penting dan harus dipelajari.

Budaya sendiri istilahnya seperti warisan turun-temurun dari nenek moyang. Dengan adanya budaya hidup kita akan lebih tertata. Pada dasarnya budaya dan manusia merupakan dua hal yang saring terikat. Manusia menciptakan budaya dan budaya sendirilah yang mengatur hidup manusia. Sehingga budaya dan manusia adalah dua hal yang saling terikat. Budaya tidak hanya pentng, namun pada dasarnya juga bermanfaat bagi manusia itu sendiri. 

 Lalu, pentingkah kita mempelajari budaya itu sendiri? sebelum saya jabarkan pentingnya kita mempelajari suatu budaya, berikut definisi budaya menurut para ahli     :

 Kata Budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi (Sansekerta) yang berarti “akal” (Koentjaningrat, 1974: 80) 1  

 1.    Parsudi Suparlan

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social, yang digunakan untukmenginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan (1981/1982;3) 2


2.    Menurut  Prof. Mr M.M Djojodigoeno

     Kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, rasa, dan karsa. 
-          Cipta  :  Ilmu pengetahuan, yang bersumber dari pengalaman lahir dan batin.         
-          Karsa :  Norma – norma keagamaan atau kepercayaan, yang bersumber dari “sangkan
 (lahir) dan paran (mati)”.
-          Rasa  : Norma keindahan yang menghasilkan kesenian, yang bersumber dari keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.3

3. E.B Tylor (1871)

             Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan kemampuan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 4


4.    Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi

    Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. 4

.
5.    Sultan Takdir Alisyahbana

    Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir.4


6.    Koentjaraningrat

Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekerti.4

7.    C.A. Van Peursen 

Kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang , dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam. 4


8.    Kroeber dan Klukhon

Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran , perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun pencapaiaannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi dan cita-cita atau paham, dan terutama keterkaitan terhadap nilai-nilai.4
Jadi, Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.4
      
Jadi, Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. 4

       
Dari definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli tersebut, kita jadi lebih mengetahui tentang budaya itu sendiri. Ilmu budaya dasar sendiri memiliki banyak konsep-konsep yang mengatur hidup manusia tersebut.  Kemudian budaya tersebut dikembangkan untuk kepentingan manusia juga. Berikut adalah pendapat dari saya tentang beberapa hal yang membuat Ilmu Budaya Dasar menjadi penting bagi kita semua. 


1.    Dengan IBD, kita akan menyadari budaya kita sendiri

Kadangkala, kita merasa bahwa budaya ketinggalan jaman. Karena hal itulah kita perlahan melupakan budaya yang melekat pada diri kita. Sebagai contoh, ada seorang anak jawa yang sudah lama tinggal di Ibukota. Otomatis, secara tidak langsung dia akan terbawa oleh budaya globalisasi. Ketika seorang bertanya , darimanakah anda ? Jawa. Apakah anda tahu bagaimana budaya jawa ? maka jawaban untuk pertanyaan kedua itu mungkin anak tersebut tidak dapat menjawabnya. Maka dari itulah, dimanapun anda, jangan pernah melupakan budaya yang telah melepat pada diri masing-masing.  


2.    Kita akan menghargai Budaya yang lain

Banyak yang tidak menghargai budaya . Karena Mindset sebagaian orang  mengatakan bahwa “ Budaya Ketinggalan Jaman” maka dia mulai menyepelekan budaya dari orang lain. Mereka cenderung cuek dengan orang lain. Seperti misal ketika budaya jawa mengharuskan orang bepenampilan rapih, namun ketika kita berhadapan dengan oprang yang terbawa arus globalisasi maka pasti akan dikatakan “kamu norak banget sih” . banyak yang terjadi di sekeliling kita seperti ini dikarenakan kita  tidak mempelajari budaya. Hal ini menyebabkan kita menyepelekan budaya lain.


3.    Memperluas pemikiran

            Mungkin kita bertanya , Budaya akan memperluas pemikiran? Ya benar. Dengan mempelajari budaya kita . kita akan menjadi tahu bagaimana kebudayaan antara jawa dan sumatera, Kalimantan dengan bali, serta kebudayaan lainnya. Serta bagaimana karateristik masing-masing budaya tersebut.


4.    Agar kita bisa beradaptasi

            Dengan adanya budaya kita menjadi bisa beradapytasi. Selamanya, kita tidak akan berkumpul dengan orang jawa terus, atau orang sunda terus. Kita akan dihadapkan kenyataan bahwa kita akan berkumpul dengan berbagai macam budaya.. dengan mempelajari budaya, kita akan mempelajari karateristik dari budaya masing-masing.

Mengapa Budaya Indonesia Menjadi Kebarat-Baratan Atau Ketimur-Timuran dan Apakah Penyebabnya


1. Kebudayaan Barat
Kebudayaan Barat yang ditulis sebagai western culture adalah himpunan sastra, sains, politik, serta prinsip-prinsip artistic dan filosofi yang membedakannya dari peradaban lain. Sebagian besar rangkaian tradisi dan pengetahuan tersebut umumnya telah dikumpulkan dalam konon Barat. Istilah ini juga telah dihubungkan dengan negara-negara yang sejarahnya amat dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti negara-negara di benuaAmerika dan Australia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran dari Eropa Barat. Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli dari kebudayaan Barat.


Ada 3 ciri dominan kebudayan Barat yaitu (1) penghargaan terhadap martabat manusia. Hal ini bisa dilihat pada nilai-nilai seperti demokrasi, institusisosial, dan kesejahteraan ekonomi; (2) kebebasan. Di Barat anak-anak berbicara terbuka di depan orang dewasa, orang-orang berpakaian menurut selera masing-masing, mengemukakan pendapat secara bebas, dan tidak membedakan status sosial dan sebagainya; dan (3) penciptaan dan pemanfaatan teknologi seperti pesawat jet, satelit, televisi, telepon, listrik, computer dan sebagainya. Orang Barat menekankan logika dan ilmu serta cenderung aktif dan analitis.

Pikiran masyarakat Barat cenderung menekankan dunia objektif daripada rasa, sehingga hasil pola pikirnya membuahkan sains dan teknologi. Filsafat Barat telah dipusatkan kepada dunia rasio. Oleh sebab itu, pengetahuan mempunyai dasar empiris yang kuat. Sikap aktif dan rasional di dunia Barat lebih unggul dibandingkan dengan pandangan hidup tradisional, baik filsafat maupun agama yang terkesan mengalami kemunduran. Cara berpikir dan hidup orang Barat lebih terpikat oleh kemajuan material, sehingga tidak cocok dengan cara berpikir untuk meninjau makna dunia dan makna hidup. Barat hidup dalam dunia teknis dan ilmiah, maka filsafat tradisional dan agama hanya muncul sebagai sistemik ide-ide abstrak tanpa ada hubungannya dengan kenyataan dan praktek hidup (Soelaeman, 1987: 50-51).

Pengaruh tradisi dan agama terhadap hidup dan pikiran Barat berkurang karena mereka mengunggulkan cara berpikir analitis rasional. Maka, mereka menganggap nilai-nilai hidup dengan menggunakan kepekaan hati sebagai suatu yang subjektif dan tidak bermutu. Menurut Anh (dalam Soelaeman, 1987) ada tiga nilai penting mendasari semua nilai di Barat yaitu martabat manusia, kebebasan, dan teknologi. Marx (dalam Soelaeman, 1987) menjelaskan bahwa Barat menganggap manusia adalah ukuran bagi segalanya. Artinya, manusia memiliki kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelek, dan pengalaman. Sejarah pemikiran tersebut berasal dari Protogoras, Bapak Humanisme, yang kemudian berkembang pesat di Barat.

Barat beranggapan bahwa manusia nilainya tidak terukur oleh apapun. Dengan demikian, manusia memerlukan respek, bantuan, dan hormat. Barat memandang manusia sebagai pusat segala sesuatu yang memiliki kemampuan rasional, kreatif, dan estetik, sehingga kebudayaan Barat menghasilkan beberapa nilai dasar seperti demokrasi, lembaga sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Dalam tradisi humanistik, kebaikan dan kebenaran dipilih sendiri oleh manusia. Akibatnya, pemikiran ini semakin berkembang dan diperluas ke bidang estetika, moral, dan agama. Agama di kalangan Timur merupakan sumber nilai, di Barat dicampakkan. Barat berpendapat bahwa kebajikan agama tidak berbeda dengan kebajikan kodrati manusia. Barat ingin membangun agama baru yang selaras dengan ilmu pengetahuan. Di Barat kepuasan diperoleh melalui usaha-usaha atau perhatian terhadap benda, kenikmatan dan keselarasan dunia yang terkadang menimbulkan persaingan dan kekacauan di masyarakat (Soelaeman, 1987: 51-52).


               Soelaeman (1987: 52-53) menjelaskan bahwa teknologi Barat membuat kagum dan iri bangsa Timur. Tidak sedikit bangsa Timur yang menjadi korban “penjajahan” teknologi Barat karena rasa kagum tersebut. Filsafat berdiri di kaki sendiri tidak tahan godaan terhadap kemajuan teknologi Barat, sehingga bangsa Timur tunduk kepada teknologi. Hasil teknologi Barat melebihi kebutuhan manusia, bahkan mengganggu kepentingan manusia karena terlalu cepat mengarah ke depan (future shock). Cepatnya teknologi Barat sulit diikuti imajnasi, sehingga banyak benda yang cepat tidak dipakai. Di Barat tidak sedikit manusia yang dikuasai oleh perubahan teknologi, sehingga menimbulkan dampak kehilangan arah, kepercayaan terhadap diri sendiri, nilai-nilai, dan iman. Selain itu, manusia yang dikuasai oleh teknologi dapat mengakibatkan kecemasan, tekanan, hidup acuh tak acuh, terganggu kesehatan mental. Akibatnya, teknologi yang tadinya meningkatkan nilai eksistensi manusia, sekaligus merendahkan martabat manusia. Ukuran dalam budaya teknologi sekarang adalah kultur orang, kuantitas (produksi yang melimpah), kultur buatan (artifisial), dan kontrol menyeluruh (kemahakuasaan sistem).


               Anh (dalam Soelaeman, 1987) tradisi humanistik di Barat bebentuk penghargaan terhadap martabat manusia sebagai suatu yang otonom, merdeka, dan rasional, menunjang nilai-nilai demokrasi, lembaga sosial, dan kesejahteraan teknologi. Nilai-nilai lain seperti kebebasan, perekonomian, dan teknologi pun ikut berkembang. Kemajuan teknologi menghasilkan dinamisme, perencanaan, organisasi, manajemen, keberanian berusaha, penguasaan materi, sekaligus menggerogoti kehidupan sosial dan pribadi. Orang barat lebih condong menekankan dunia empiris, sehingga mereka maju dalam sains dan teknologi. Menurut konsep Barat, manusia dan alam adalah terpisah. Alam sebagai dunia luar harus diekploitasi oleh manusia. Hal ini sering tersurat dalam kara-kata: menaklukkan luar angkasa, alam, dan hutan rimba. Kata-kata tersebut dibuktikan dengan problema yang terjadi di Barat seperti polusi udara dan air. Singkatnya, Barat memiliki persepsi yang berbeda mengenai nilai pengetahuan, keinginan, watak, proses waktu, dan sikap terhadap alam.


2. Kebudayaan Timur
Kebudayaan Timur adalah lawan dari kebudayaan Barat. Orang Timur mempunyai manner yang khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Bangsa Timur sangat terkenal dengan hospitality atau keramahtamahannya terhadap orang lain bahkan orang asing sekalipun.  Bagaimana mereka saling memberikan salam, tersenyum atau berbasa basi menawarkan makanan atau minuman. Bangsa Timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat mereka. Contohnya, saja nilai kesopanan. Hal yang paling dominan dari kebudayaan Timur adalah adat istiadat yang masih dipegang teguh. Walaupun adat istiadat saat ini mulai pudar dan berubah. Selain itu, hal yang dominan adalah konsep gotong royong, kebersamaan menjadi hal yang paling utama.


               Soelaeman (1987: 53-54) menjelaskan bahwa nilai budaya Timur banyak bersumber pada agama-agama yang lahir di dunia Timur. Manusia-manusia Timur menghayati hidup dan seluruh eksistensinya. Orang Timur tidak berpikir untuk menguasai dunia dan hidup secara teknis karena mereka lebih menyukai intuisi daripada akal budi. Kepribadian manusia Timur tidak terletak pada kemampuan inteleknya, melainkan pada hatinya. Nilai budaya Timur dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Budha membuat kebijaksanaan Timur besifat kontemplatif yaitu tertuju kepada tinjauan kebenaran. Dengan demikian, berpikir kontemplatif merupakan puncak perkembangan manusia.


               Pemikir Timur lebih menekankan segi dalam dari jiwa dan realitas dunia empiris dianggap sebagai sesuatu yang hanya lewat. Kebudayaan Timur lebih menekankan disiplin mengendalikan diri, sederhana, tidak mementingkan dunia, bahkan menjauhkan diri dari dunia. Suatu hal baik menurut Timur bukan hanya bendawi tetapi rohani; sesuatu yang diperoleh melalui pencarian zat tertentu, baik di dalam maupun di luar tubuh manusia. Orang Timur mencari keharmonisan dengan alam. Mereka ingin mendapatkan keselamatan dan kebebasan diri dari penderitaan dunia. Ide keselamatan ini membentuk mentalitas, teori, dan praktek bangsa Timur. Jalan untuk mencapai ini semua tidak terletak pada akal budinya, melainkan melalui meditasi, tirakat, dan mistik (Soelaeman, 1987: 54).


               Kebudayaan Timur tidak hanya bersumber pada ajaran agama tetapi ide abstrak atau pun simbolik pun dapat terwujud kongkret dalam praktek kehidupannya. Hal ini terlihat pada saat orang Timur menegakkan norma yang ada. Pencarian ilmu tidak hanya untuk menambah pengetahuan kognitif saja tetapi mencari kebijaksanaan. Dalam menghadapi kenyataan, orang Timur memadukan pengetahuan, intuisi, pemikiran yang kongkret, simbolik, dan kebijaksanaan. Sikap orang Timur terhadap alam adalah menyatu secara harmonis; tidak memaksakan diri atau mengeksploitasi alam karena alam merupakan bagian tidak terpisahkan dari manusia. Jika alam binasa, manusia pun akan binasa. Nilai kebudayaan dalam kehidupan Timur yang tertinggi dating dari dalam manusia itu sendiri, seperti nrimo kenyataan, mencari ketenangan, belajar dari pengalaman, dan menyatukan diri. Terkadang nilai spiritual dalam itu membuat sikap memuliakan kesendirian dan kemiskinan, menghindar membangun dunia, hidup sederhana dan dekat dengan kehidupan alami. Singkatnya, Timur menginginkan kekayaan hidup, bukan kekayaan benda, tenang tenteram, menyatu diri, fatalisme, pasivitas, dan menarik diri (Soelaeman, 1987: 54-55).



3. Perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur
Budaya Barat
BudayaTimur
1. Lebih selektif dalam berbagai bidang.
2. Mempunyai disiplin tinggi.
3. Terus terang dan to the point.
1.  Kebersamaan dalam hubungan lebih dipentingkan.
2.  Menjaga perasaan orang lain.
3.  Sopan santun.
4.  Penghargaan terhadap orang yang lebihtua.
5.  Adat istiadat yang masih dipegang teguh.


4. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kebudayaan Barat
Zaman sekarang adalah zaman asosiasi antara Timur dan Barat yaitu zaman adanya pencampuran budaya Timur dan Barat. Ada hubungan antara kedua bangsa tentu mendatangkan dua macam kejadian yaitu kejadian baik dan kejadian buruk. Tidak ada evolusi (kemajuan) yang tidak disertai kemunduran dalam sesuatu hal, baik lahir maupun batin. Adapun baik dan jahatnya sebuah evolusi tergantung pada jalannya asosiasi. Apabila bangsa yang terkena pengaruh percampuran itu kurang teguh dayanya (hanya meniru belaka semua keadaan baru), asosiasi itu akan bersifat denasionalisasi (hilang sifat kebangsaannya sendiri). Di situlah kelihatan bahwa kultur bangsa tersebut kalah dengan kultur asing. Hal demikian terjadi karena bangsa yang terkena pengaruh budaya asing itu masih rendah kulturnya (Dewantara, K. H, 1994: 3)


            Menurut Dewantara (1994: 3-4) ada juga asosiasi yang bersifat pertukaran alat-alat kultur yaitu kedua bangsa tersebut mempunyai budaya yang sama-sama tinggi. Hal demikian tentu telah terjadi evolusi sebaik-baiknya. Itulah proses evolusi yang sebaiknya dicari. Kejadian-kejadian jahat pun tidak dapat dielakkan dalam proses pencampuran dua budaya. Sebagai contoh, bangsa Indonesia sendiri mengalami kekerasan tingkah laku sebagai buah pergaulan dengan bangsa asing yaitu menghina dan merendahkan seni dan bahasa sendiri karena terlampau gandrung pada hidup kebaratan. Bangsa Indonesia meninggalkan kepandaian gending dan mengalihkan perhatian kepada jazz atau dansa yang dilakukan dengan berpeluk-pelukan oleh laki-laki dan perempuan di muka pubilk. Dengan melakukan hal tersebut, ini berarti merendahkan agama karena pengaruh materialisme Eropa (cinta pada barang lahir).


            Alat untuk mengurangi pengaruh buruk budaya asing adalah pendidikan. Pendidikan paling penting adalah pendidikan nasional, pendidikan untuk rakyat yang mengindahkan kultur dan dasar-dasar kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tidak boleh meninggalkan keluhuran budi (idealisme) sedikit pun. Bangsa Indonesia tidak boleh menjual keluhuran budi bangsa guna memperoleh penghidupan enak untuk badan sendiri. Masyarakat Indonesia tidak boleh menyukai segala alat-alat penghidupan meskipun haram atau najis, asal senang, enak, dan sama dengan orang-orang Barat (Dewantara, K. H, 1994: 4-5). Masyarakat Indonesia perlu mengindahkan nilai dan norma yang ada dalam kebudayaan Indonesia.


Walaupun demikian, menurut Pelly (dalam Maran) menjelaskan bahwa ada pengaruh positif kebudayaan yaitu (a) memperkaya kehidupan dalam bidang seni musik, lukis, busana, sastra, drama, dan lain-lain; (b) mengidentifikasi nilai-nilai universal untuk mengembangkan kebudayaan tradisional; (c) mendorong dan memberi pola untuk pendidikan nasional; (d) memperluas wawasan berpikir dan membantu dalam pengembangan hubungan antar bangsa; dan (e) mendorong tumbuhnya sikap dan perilaku mandiri yang sudah berakar dalam kebudayaan lokal.

Adat istiadat/Budaya Yang ada di Lamongan


Banyaknya budaya di daerah Lamongan menjadikan tempat ini memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Masing-masing suku memiliki tradisi yang berbeda-beda dan menambah kekayaan budaya di tanah Lamongan ini.
Seperti Banyaknya keunikan dari beberapa adat masyarakat lokal di Lamongan ini tidak ada di daerah lain. Seperti : 
1. TARI MAYANG MADU




Tari Mayang Madu mempunyai konsep islami dan tradisional, karena Tari Mayang Madu diilhami dari kegigihan syiar agama islam di Lamongan yang disebarkan oleh Sunan Drajat dengan cara menggunakan gamelan sebagai medianya. Gamelan Sunan Drajat terkenal dengan sebutan gamelan “Singo Mengkok”. Latar belakang Sunan Drajat menggunakan media seni karena pada saat itu masyarakat banyak yang masih memeluk agama Hindu, Budha dan pengaruh dari kerajaan Majapahit. Nama tari Mayang Madu diambil dari sejarahnya Raden Qosim yang memimpin dan memberi teladan yang baik untuk kehidupan di Desa Drajat Paciran. Lalu Sultan Demak yaitu Raden Patah. Beliau memberi gelar kepada Raden Qosim yaitu Sunan Mayang Madu pada tahun 1484 Masehi. Untuk mengenang jasa perjuangan Sunan Mayang Madu atau Raden qosim, maka tarian khas Lamongan disebut dengan Tari Mayang Madu, agar masyarakat Lamongan tergugah hatinya untuk tetap meneruskan perjuangan Sunan Mayang Madu dalam menyebarkan agama islam.

Busana yang digunakan dalam tari Mayang Madu.

1.      Kerudung Polos+kerudung biasa,
2.      Hiasan Kerudung,
3.      Anting-anting,
4.      Baju berlengan panjang,
5.      Sabuk,
6.      Epek,
7.      Kemben,
8.      Rok panjang,
9.      Celana. 

Berbagai keunikan didalam tarian Mayang Madu.

1.      Improfisasi pada gerak bagian pertama,
2.      Gerak tari bisa juga menggunakan lagu shalawatan,
3.      Musik gamelan dan shalawatan teradu dengan musik rebana,
4.      Busana sesuai dengan nuansa islami,
5.      Sifat Tarinya lemah lembut, gemulai, dan juga pejuang,
6.      Rias wajah cantik karena berkarakter putri.

2. TARI BORAN



Tarian tradisional satu ini menggambarkan tentang kehidupan para penjual nasi boran dari Lamongan, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Boran.
Tari Boran adalah tarian tradisional dari Lamongan yang menggambarkan kehidupan para penjual nasi boran yang menjajakan dagangannya dan berinteraksi dengan pembeli. Tarian ini selain kaya akan nilai seni dan budaya, namun juga banyak terdapat nilai filosofis di dalamnya. Tari Boran ini merupakan tarian tradisional yang sangat terkenal di Lamongan dan menjadi salah satu tarian khas disana.

Keindahan dari Tari Boran ini terletak pada gerakannya yang indah dan tersusun rapi. Dalam pertunjukannya, Tari Boran ini dilakukan secara berkelompok sehingga formasi dan kekompakan sangat penting di sini. Gerakan Tari Boran ini cenderung gerakan yang sederhana dan penuh makna. Setiap gerakan dalam Tari Boran ini menggambarkan aktivitas para penjual nasi boran pada jaman dahulu, mulai dari menyiapkan makanan sampai menjualkannya kepada pelanggan. 

 3. TARI CAPING





Tari Caping Ngancak adalah salah satu tarian tradisional Kabupaten Lamongan. Tari Caping Ngancak menceritakan tentang kehidupan masyarakat Lamongan yang sebagian besar adalah masyarakat petani. Tari ini menggambarkan proses para petani yang sedang bekerja mulai dari menanam, merawat, hingga memanen. Layaknya petani, para penari juga mengenakan 'Caping' atau topi khusus yang biasa dikenakan petani saat pergi ke sawah.

Tujuan Mempelajari Ilmu Budaya Dasar


Secara sederhana Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanitiesm yang berasal dari The Humanities dalam bahasa Inggris yang merupakan serapan dari bahasa latin Humanus yang berarti manusia, budaya, dan halus. Jadi bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya.

Prof. Dr. Harsya Bachtiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1.   Ilmu-ilmu alamiah (natural science)
Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk pengkajiannya digunakan metode ilmiah dengan cara menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas lalu digeneralisasikan.

2.   Ilmu-ilmu social  (social science)
Ilmu-ilmu social bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antar manusia. Untuk pengkajiannya digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah.

3.   Pengetahuan budaya (the humanities)
Pengetahuan budaya untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk pengkajiannya digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan pernyataan-pernyataan yang bersifat unik kemudian diberi arti. Metode ini tidak ada kaitannya dengan metode ilmiah, hanya mungkin ada pengaruh dari metode ilmiah


Untuk bisa menjangkau tujuan bahwa semata-mata sebagai salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya maupun yang menyangkut dirinya sendiri, maka Ilmu Budaya Dasar diharapkan dapat:
1.    Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka
2.    MemberI kesempatan pada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemanusiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut
3.    Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin bangsa dan negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing, tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat. Usaha ini terjadi karena ruang lingkup pendidikan kita amat sempit dan condong membuat manusia spesialis yang berpandangan kurang luas
4.    Mengusahakan wahana komunikasi para akademisi agar mereka lebih mampu berdialog satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan akan lebih lancar dalam berkomunikasi

Dua masalah pokok yang bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah Ilmu Budaya Dasar adalah:
1.    Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya. Baik dari segi masing-masing keahlian dalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
2.    Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat. Dalam melihat dan menghadapi lingkungan alam, sosial dan budaya, manusia tidak hanya mewujudkan kesamaan-kesamaan, akan tetapi juga ketidak seragaman yang diungkapkan secara tidak seragam sebagaimana yang terlihat ekspresinya dalam berbagai bentuk dan corak ungkapan, pikiran, dan perasaan, tingkah laku, dan hasil kelakuan mereka.

Pokok bahasan yang dikembangkan dalam Ilmu Budaya Dasar adalah:
1.    Manusia dan cinta kasih
2.    Manusia dan keindahan
3.    Manusia dan penderitaan
4.    Manusia dan keadilan
5.    Manusia dan pandangan hidup
6.    Manusia dan tanggung jawab serta pengabdian
7.    Manusia dan kegelisahan
8.    Manusia dan harapan


Menurut saya, ilmu budaya bukanlah sebatas mempelajari hal-hal cultural atau hal-hal kedaerahan yang memiliki suatu adat atau tradisi yang menjadi budaya secara turun temurun yang harus dilestarikan karena kecirikhasannya. Lebih dari itu, ilmu budaya mengeksplorasi lebih jauh mengenai manusia dan emosinya, kecerdasannya, dan juga egoismenya. Ilmu ini sangat bermanfaat karena manusia sering meninggikan ilmu-ilmu eksak dan merendahkan hal-hal berbau emosional padahal kenyataannya kedua hal ini berjalan beriringan. Semua ilmu itu sama tergantung dari bagaimana cara manusia memandang suatu ilmu dan mempelajarinya.